Kamis, 08 Desember 2016

Matematika dalam Kehidupan sehari-hari dan cara memecahkan masalah matematika

Manfaat Matematika Dalam Kehidupan Sehari-hari dan Bagaimana Memecahkan Masalah Matematika Pengertian matematika menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasionalyang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan. Dalam perkembangannya bilangan ini diaplikasikan ke bidang ilmu-ilmu lain sesuai penggunaannya. Menurut James dan James (1976), matematika diartikan sebagai ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan menurut Reys dkk. (1984), matematika diartikan sebagai analisis suatu pola dan hubungannya, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Berdasarkan pengertian-pengertian tentang matematika tersebut maka matematika dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari bilangan dan bangun serta konsep-konsep yang berkenaan dengan kebenarannya secara logika menggunakan simbol-simbol yang umum serta aplikasi dalam bidang lainnya. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai proses perubahan baik kognitif, afektif, dan kognitif kearah kedewasaan sesuai dengan kebenaran logika. Peran serta pendidikan matematika dalam pendidikan secara keseluruhan sangat luas tidak hanya berkaitan tentang hal yang teknis dan ilmiah saja. Buktinya bahwa persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari dapat diuraikan dalam model matematika sehingga penyelesaiannya lebih cepat dan sederhana. Hal ini sesuai dengan tujuan pengajaran matematika di sekolah yang tertuang dalam kurikulum bahwa matematika melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan mampu menyelesaikan masalah dengan tepat dan singkat serta dapat dipertanggungjawabkan. Menurut H. Winter (1972), siswa seharusnya belajar berargumentasi, mengerti apa yang dibicarakan, memahami lalu dapat mengabstraksikannya sehingga menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan otak kanan (otak kiri digunakan untuk menghitung dan otak kanan untuk kreatifitas) untuk mematematisasikan situasi di sekelilingnya. Sehingga guru harus mampu berkomunikasi dengan baik dalam kegiatan pembelajaran agar materi atau konsep yang disampaikan tidak disalahterimakan siswa. Hal ini agar pengajaran matematika tidak membosankan, menarik, dan menyenangkan. Ada beberapa karakteristik matematika, antara lain : 1. Objek yang dipelajari abstrak. Sebagian besar yang dipelajari dalam matematika adalah angka atau bilangan yang secara nyata tidak ada atau merupakan hasil pemikiran otak manusia. Menurut Cockroft (1982), matematika sulit dipelajari dan sulit diajarkan karena objek yang dipelajari bersifat abstrak yaitu angka atau bilangan dan memiliki hirarki yang tegas serta banyak manipulasi lambang, sehingga Guru harus dapat mengembangkan kualitas pribadi dan siswanya secara keseluruhan, yaitu : Kebiasaan bekerja dengan baik seperti : imajinatif, kreatif, dan fleksibel, sistematik, independen dalam berpikir dan bertindak, bekerja sama, dan cermat. Serta sikap positif terhadap matematika antara lain : terpesona dengan matematika; berminat dan termotivasi; gembira dan menyukai matematik; menghargai maksud, kekuatan, dan relevansi matematika dalam kehidupan; kepuasan yang tumbuh dari keberhasilan dan keyakinan akan kemampuannya mengerjakan matematika. 2. Kebenaranya berdasarkan logika. Kebenaran dalam matematika adalah kebenaran secara logika bukan empiris. Artinya kebenarannya tidak dapat dibuktikan melalui ekserimen seperti dalam ilmu fisika atau biologi. Contohnya nilai √-2 tidak dapat dibuktikan dengan kalkulator, tetapi secara logika ada jawabannya sehingga bilangan tersebut dinamakan bilangan imajiner (khayal). 3. Pembelajarannya secara bertingkat dan kontinu. Pemberian atau penyajian materi matematika disesuaikan dengan tingkatan pendidikan dan dilakukan secara terus-menerus. Artinya dalam mempelajari matematika harus secara berulang melalui latihan-latihan soal. 4. Ada keterkaitan antara materi yang satu dengan yang lainnya. Materi yang akan dipelajari harus memenuhi atau menguasai materi sebelumnya. Contohnya ketika akan mempelajari tentang volume atau isi suatu bangun ruang maka harus menguasai tentang materi luas dan keliling bidang datar. 5. Menggunakan bahasa simbol. Dalam matematika penyampaian materi menggunakan simbol-simbol yang telah disepakati dan dipahami secara umum. Misalnya penjumlahan menggunakan simbol "+" sehingga tidak terjadi dualisme jawaban. 6. Diaplikasikan dibidang ilmu lain. Matematika dapat digunakan untuk menyeleksi atau menyaring data yang ada. Seperti tes seleksi calon PNS, Polisi, TNI, pelajar, mahasaiswa atau karyawan menggunakan tes tulis dengan materi matematika (biasanya logika dan berhitung) untuk mengetahui kemampuan berpikir cepat dan dapat menyelesaikan masalah. Dalam bidang teknik matematika digunakan seperti teknik informatika atau komputer menggunakan konsep bilangan basis, teknik industri atau mesin matematika digunakan untuk menentukan ketelitian suatu alat ukur atau perkakas yang digunakan. Menurut Andrea J. O'Connor bahwa "Mathematic is used by engineers to solve a very wide range of problem, including design calculations for building, machines, electronic components or chemical plants". Bidang ekonomi menggunakan konsep fungsi untuk memprediksikan produksi maupun penjualan. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 1. Masalah matematika Secara umum masalah didefenisikan sebagai perbedaan atau kesenjangan antara idealitas dan realitas yang ada. Masalah bagi seseorang, jika orang tersebut dihadapkan pada hal yang bertentangan dengan keinginanya, pemahamannya atau pengetahuannya tentang hal tersebut, sehingga membuatnya berpikir. Sedang matematika itu sendiri merupakan disiplin ilmu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan ilmu-ilmu lain. Karakteristik matematika yang paling menonjol yaitu memiliki objek kajian yang abstrak. Begle (dalam Suradi, 2006: 106) mengemukakan empat macam objek matematika, yaitu fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Dengan objek kajian yang bersifat abstrak, maka dalam penyampaian ilmu matematika banyak digunakan simbol-simbol yang memiliki arti khusus. Hal inilah yang membuat sebagian orang berpikir bahwa matematika itu sukar. Adapun bentuk dan jenis masalah matematika dibedakan berdasarkan sifatnya, tingkat kesukaran, bentuk penyelesaian, serta kemampuan berpikir yang dikembangkan dalam proses pemecahannya. Holmes (dalam Wardhani, dkk., 2010: 15) menyatakan bahwa terdapat dua kelompok masalah dalam pembelajaran matematika yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin. Masalah rutin merupakan masalah yang dapat dipecahkan dengan metode yang sudah ada dan telah diketahui sebelumnya. Selanjutnya, Kouba, dkk. (dalam Wardhani, dkk., 2010: 17) mengatakan bahwa masalah nonrutin kadang mengarah pada masalah proses. Masalah nonrutin mengharuskan pemecah masalah untuk membuat sendiri metode pemecahannya. Dia harus merencanakan dengan seksama bagaimana memecahkan masalah tersebut yang meliputi strategi-strategi seperti menggambar, menebak dan melakukan cek, membuat tabel atau urutan kadang perlu dilakukan. Selanjutnya, Charles R (dalam Wardhani, dkk., 2010: 18) mengatakan bahwa ada sedikitnya lima tipe masalah yang sering digunakan dalam penugasan matematika berbentuk pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut. 1) Masalah penerjemahan sederhana (simple translation problem) Penggunaan masalah dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi pengalaman kepada siswa menerjemahkan situasi dunia nyata ke dalam pengalaman matematis. 2) Masalah penerjemahan kompleks (complex translation problem) Sebenarnya masalah ini mirip dengan masalah penerjemahan yang sederhana, namun di dalamnya menuntut lebih dari satu kali penerjemahan dan ada lebih dari satu operasi hitung yang terlibat. 3) Masalah proses (process problem) Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan proses yang terjadi dalam pikirannya. 4) Masalah penerapan (applied problem) Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mengeluarkan berbagai keterampilan, proses, konsep dan fakta untuk memecahkan masalah nyata (kontekstual). Masalah ini akan menyadarkan siswa pada nilai dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. 5) Masalah puzzle (puzzle problem) Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mendapatkan pengayaan matematika yang bersifat rekreasi (recreational mathematics). Mereka menemukan suatu penyelesaian yang terkadang fleksibel namun di luar perkiraan (memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang). Polya (dalam Muhkal, 1999: 4) membedakan masalah matematika menjadi dua macam yaitu masalah untuk menemukan (problems to find) dan masalah untuk membuktikan (problems to prove). 1) Masalah untuk menemukan Masalah matematika yang seperti ini, penyelesaiannya diperoleh melalui proses penemuan. Masalahnya dapat bersifat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret. Bagian utamanya yaitu: (a) apa yang harus ditemukan, (b) data apa yang diketahui, dan (c) syarat-syarat apa yang harus dipenuhi. 2) Masalah untuk membuktikan Masalah matematika yang seperti ini, penyelesaiannya akan menunjukkan apakah suatu pernyataan benar, salah, atau tidak kedua-duanya. Bagian utamanya yaitu: (a) hipotesis, dan (b) konklusi. Adapun Soedjadi (1985: 34) membedakan masalah matematika dengan dua macam, yaitu: 1) Masalah matematika yang konvergen, penyelesaiannya terarah kepada jawaban tunggal atau pasangan tertentu. Dengan kata lain, hanya ada satu kemungkinan jawaban yang benar. Kemampuan siswa yang dapat ditumbuhkan dengan masalah seperti ini adalah kempuan berpikir konvergen. 2) Masalah matematika yang divergen, penyelesaiannya lebih dari satu atau bervariasi. Dengan kata lain, kemungkinan jawaban yang benar lebih dari satu. Kemampuan siswa yang dapat ditumbuhkan dengan masalah seperti ini adalah kemampuan berpikir divergen. Berpikir divergen adalah salah satu indikator berpikir kreatif. Berdasarkan teori-teori tentang masalah matematika yang telah dipaparkan sebelumnya, masalah matematika didefinisikan sebagai permasalahan yang meliputi objek kajian matematika, dalam hal ini materi dalam pembelajaran matematika. Dan bukan merupakan permasalahan yang mencakup masalah pembelajaran seperti metode atau pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran, hasil belajar matematika siswa, dan sebagainya. 2. Pemecahan masalah Seorang filsuf dari Amerika yang juga dikenal sebagai kritikus dan pemikir dalam bidang pendidikan, yakni John Dewey, mengatakan bahwa orang hanya berpikir kalau menghadapi masalah. Tanpa ada kesulitan dan masalah kita hanya bertindak menurut mekanisme rutin yang berlangsung secara otomatis. Untuk memecahkan suatu kesulitan atau masalah orang harus berpikir, memikirkan cara pemecahan masalah itu. John Dewey (dalam Sahabuddin, 2007: 126) mengemukakan lima tingkatan dalam proses berpikir. 1) Bila menghadapi suatu kesulitan atau masalah yang harus di atasi, timbullah kebimbangan dalam hati; kita mulai ragu-ragu. Selanjutnya keragu-raguan itulah asal mula proses berpikir. 2) Kita mencari jalan keluar atau cara untuk memecahkan masalah yang kita hadapi. Untuk itu, kita mencoba mengumpulkan pengalaman yang serupa yang pernah dialami sebelumnya. Berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki dibahaslah masalah yang dihadapi. 3) Kita pertimbangkan jalan yang mungkin ditempuh untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pada tingkat ketiga ini kita gunakan pikiran dengan sadar. Sebelum kita bertindak, terlebih dahulu kita berpikir. Hal tersebut sangat penting, terutama untuk pengajaran yang hendak diberikan kepada anak. Hendaknya anak-anak senantiasa berpikir terlebih dahulu sebelum mereka menjalani suatu pekerjaan. Harus dipikirkan sebelumnya dapat tidaknya suatu jalan yang dipilih itu dipertanggung jawabkan. Anak-anak pada umumnya suka bekerja sambil berpikir atau mencoba sambil salah. 4) Pada tingkat keempat ini coba salah satu jalan yang mungkin ditempuh. 5) Pada tingkat terakhir kita uji kebenaran jalan pikiran itu. Kemudian kita laksanakan hasil pilihan kemungkinan pemecahan masalah. Lima tingkat dalam proses berpikir menurut Dewey ini jika diterapkan dalam metode pemecahan masalah dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menyadari adanya masalah atau kesulitan. Hal ini akan menimbulkan tanda tanya atau keheranan dalam pikiran karena berbeda dengan keadaan yang biasa kita hadapi. Bagi orang yang cara berpikirnya bersifat rutin, ia biasanya tidak dapat menyadari akan adanya suatu masalah. Semua dilihat seperti biasa saja. Akan tetapi orang yang berpikir secara ilmiah, ia suka mempertanyakan sesuatu: apa, mengapa dan bagaimana. 2) Melihat hakikat masalah dengan jelas. Dalam hal ini orang harus dapat merumuskan pertanyaan. Biasanya orang hanya merasakan adanya masalah yang samar-samar, tetapi ia tidak mampu menyatakan dengan kalimat yang tepat. Perumusan yang samar-samar menimbulkan pemikiran yang tidak terarah dan tidak memberikan pemecahan masalah yang tepat. 3) Berpegang teguh pada pokok-pokok masalah selama penyelidikan. Hal ini dilakukan agar segala pembahasan terarah pada pokok masalah, untuk menghindari banyaknya waktu yang terbuang karena tidak mengenai sasaran pemecahan masalah. 4) Mengajukan hipotesis. Sekalipun masalah itu belum jelas jawabannya, namun dapat dikemukakan jawaban sementara atau hipotesis. Hipotesis ini merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu masalah yang harus dibuktikan secara empiris. 5) Mengumpulkan data atau informasi. Untuk mengetahui benar tidaknya suatu hipotesis. Menurut Polya (dalam Muhkal, 1999: 6) suatu teknik dalam penyelesaian masalah matematika disebut dengan teknik heuristics yang berarti menemukan jawaban dengan cara yang tidak terlalu ketat atau memberi kesempatan untuk menemukan. Adapun langkah-langkah teknik heuristics dalam penyelesaian masalah matematika adalah sebagai berikut. (1) Memahami masalah, dengan menyatakan secara rinci dan eksplisit: apa yang diketahui? Apa yang ditanyakan atau yang dicari? Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi? (2) Membuat rencana penyelesaian, dengan mencari hubungan antara apa yang ditanyakan dengan apa yang diketahui. Apakah pernah melihat masalah yang serupa? Apakah masalah yang pernah dilihat ada kaitannya dengan masalah tersebut? (3) Melaksanakan rencana penyelesaian, dengan memeriksa atau meneliti setiap langkah. Apakah setiap langkah yang dilakukan sudah benar? Apakah langkah yang benar itu dapat ditunjukkan kebenarannya? (4) Mengevaluasi kembali penyelesaian yang sudah dilakukan. Apakah dapat dicek hasilnya? Apakah hasilnya dapat digunakan menyelesaikan masalah lain yang serupa? Keempat langkah di atas selanjutnya akan dijadikan pedoman dalam penelitian ini untuk menentukan kriteria yang menjadi aspek penilaian dalam menilai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Menurut Johnson dan Rising (dalam Moma, 2005: 111) terdapat beberapa alasan sehingga pemecahan masalah menjadi suatu kegiatan belajar yang paling signifikan dalam pembelajaran matematika, yaitu: 1) Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk belajar suatu konsep baru. 2) Pemecahan masalah adalah suatu cara yang paling tepat untuk mempraktekkan keterampilan komputasional. 3) Pemecahan masalah dapat merangsang rasa keingintahuan intelektual. 4) Melalui pemecahan masalah diperoleh pengetahuan baru. Sesuai dengan uraian di atas, pemecahan masalah dapat didefinisikan sebagai bentuk usaha yang dilakukan untuk mencari jalan keluar dari suatu permasalahan atau kesulitan. Pada dasarnya setiap langkah dalam proses pemecahan masalah matematika selalu melibatkan objek kajian matematika itu sendiri, yaitu: fakta, konsep, operasi dan prinsip. Suatu permasalahan dalam matematika, pemecahannya dapat dilakukan melalui berbagai operasi yang berdasar pada konsep dan konsisten pada prinsip untuk menemukan fakta baru tentang permasalahan tersebut. Fakta baru yang ditemukan bernilai benar sebagai solusi permasalahan atas dasar kesepakatan. Sehingga dikatakan solusi atau pemecahan masalah dalam matematika merupakan bentuk penemuan kembali fakta-fakta dalam permasalahan tersebut yang pada dasarnya telah ada sebelumnya. Kemudian dengan pemecahan masalah dapat diperoleh pengetahuan baru, serta merangsang keingintahuan siswa dalam proses belajar matematika di sekolah. 3. Kemampuan pemecahan masalah matematika Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kemampuan berasal dari kata, “mampu” yang berarti “kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu; berdaya; kaya; mempunyai harta berlebih.” Seseorang dikatakan memiliki kemampuan tentang suatu hal, jika memiliki kecakapan atau kekuatan dalam hal tersebut. Kemampuan dapat diperoleh melalui berbagai latihan dan dikembangkan dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari latihan. Begitu pula dengan kemampuan pemecahan masalah. Lenchner (dalam Wardhani, dkk., 2010: 13) menyatakan bahwa pada intinya setiap penugasan kepada siswa dalam belajar matematika dapat dikelompokkan ke dalam dua hal yaitu sebagai berikut: 1) Latihan (drill exercise), merupakan tugas yang cara/langkah/prosedur penyelesaiannya telah dipelajari atau diketahui siswa. Pada umumnya, latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan satu atau lebih langkah yang sebelumnya sudah dipelajari siswa. 2) Masalah (problem) untuk dipecahkan. Masalah lebih kompleks daripada latihan, karena metode untuk menyelesaikan masalah tidak langsung tampak. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas dalam menemukan penyelesaiannya. Menurut Muhkal (1999: 5) penyelesaian masalah merupakan suatu proses mental yang tinggi dan kompleks, yaitu melibatkan visualisasi, imajinasi, abstraksi, dan asosiasi informasi-informasi yang diberikan. Karena itu, penyelesaian masalah melalui proses belajar mengajar matematika dapat membantu siswa dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya pada aspek penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dalam proses belajar mengajar matematika di sekolah, belajar menyelesaikan masalah perlu mendapat perhatian, untuk lebih mempersiapkan siswa agar mampu: (1) menghadapi perubahan-perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dalam dunia yang senantiasa berubah, dan (2) menggunakan matematika secara fungsional di dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi perkembangan ilmu dan teknologi. Pada dasarnya pemecahan masalah yang kompleks dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memecahkan masalah-masalah yang sederhana. Dan kemampuan memecahkan masalah yang sederhana diperoleh melalui latihan. Pada standar isi KTSP (dalam Depdiknas, 2006) disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika ditingkat sekolah menengah pertama (SMP/MTs) adalah sebagai berikut. 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hal di atas mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan belajar mengajar matematika. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka proses belajar mengajar tidak hanya berpusat pada banyaknya materi pelajaran yang terselesaikan, tetapi juga terfokus kepada materi pelajaran yang esensial sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah yang disertai dengan pertumbuhan kemandirian siswa dalam berpikir. Mataheru (2006: 130) mengungkapkan bahwa kemampuan memecahkan masalah matematika tidak terlepas dari pengetahuan seseorang akan substansi masalah tersebut. Misalnya, bagaimana pemahamannya terhadap inti masalah tersebut, prosedur/langkah apa yang digunakan dan aturan/rumus mana yang tepat digunakan dalam memecahkan masalah tersebut. Muhkal (1999: 11) dalam Eksponen Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, mengungkapkan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah dapat ditumbuhkan melalui pengalaman belajar menyelesaikan berbagai macam masalah. Di dalam proses belajar mengajar matematika, pengalaman menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan matematika dapat berupa: (1) penyelesaian masalah dalam matematika, (2) penyelesaian masalah dengan matematika, dan (3) penyelesaian masalah dengan penalaran matematik. Untuk itu proses belajar mengajar matematika harus berorientasi kepada (1) optimalisasi interaksi antar unsur-unsur proses belajar mengajar yakni: guru, siswa dan sarana, dan (2) optimalisasi keikutsertaan seluruh sense siswa. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan memecahkan masalah matematika siswa merupakan kecakapan atau keterampilan yang dimiliki seorang siswa dalam hal mencari dan menemukan solusi dari suatu permasalahan matematika. Dan keterampilan tersebut dapat diukur berdasarkan keempat langkah pemecahan masalah yang dikemukakan Polya (dalam Muhkal, 1999: 6) yaitu: (1) memahami masalah, (2) membuat rencana pemecahan, (3) melaksanakan rencana pemecahan, dan (4) memeriksa kembali atau looking back.

2 komentar:

  1. Royal Panda Casino - Shootercasino
    Royal Panda Casino. Visit the Royal Panda Casino. Enjoy the hottest slots games, world-class 제왕카지노 table games, and live entertainment หารายได้เสริม right on 메리트카지노 your

    BalasHapus
  2. Lucky Lady Casino: 100% Deposit Bonus + 20 FS
    Lucky Lady Casino 안양 출장안마 Review. Play Slots and 충청북도 출장샵 Live Casino Games for Fun 거제 출장마사지 or Real Money at No Deposit Needed. Check out our 충주 출장안마 casino review and claim up to 여주 출장마사지 $1000 bonus.

    BalasHapus